Cegah Maraknya Pinjol Ilegal dengan Menghadirkan LKS di Daerah

Beberapa waktu lalu seorang ibu rumah tangga terjerat pinjol ilegal (pinjaman online) dengan bunga ber bunga sehingga berakibat dirinya diberhentikan dari pekerjaannya, akibat sang debt collector pinjol ilegal menagih dan bersikap kasar di kantor sang ibu bekerja. Kisah pilu di atas merupakan salah satu fenomena yang marak sedang terjadi akibat dampak dari maraknya pinjol ilegal di tengah tengah masyarkat. Perlu dipikirkan dan dibangun sebuah konsep yang mengakar di tengah tengah masyarakat dalam menanggulangi masalah keuangan masyarakat grassroot di atas.

Diperlukan suatu konsep yang berasal dari gerakan masyarakat itu sendiri, kesadaran dalam bergotong royong di bidang ekonomi dan keuangan sebagai nilai kearifan lokal perlu dibangkitkan kembali. Kembalinya penerapan konsep berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dengan berbagai cara pendekatan. Hal ini bergantung pada potensi yang terbangun di daerahnya masing masing, misal melalui karang taruna, lembaga swadaya masyarakat dan majelis taklim atau pengajian.

Langkah persiapan yang harus dilaksanakan setidaknya pertama adalah memberikan literasi dan sosialisasi serta urung rembug terlebih dahulu kepada seluruh masyarakat yang terlibat baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok yang lebih luas seperti warga desa, sampaikan mengenai maksud dan tujuan program? Akan menggunakan metode apa, bentuk lembaga yang akan didirikan seperti apa? dan lain lain. Dalam penyampaian literasi ini juga ditanamkan rasa memiliki kepada lembaga yang akan dibangunnya. Literasi juga harus memuat muatan terhadap pembinaan prilaku dan mental serta akhlaq yang baik dan bertanggung jawab dalam berinteraksi dan berorganisasi serta bertransaksi.

Misalnya, berlaku jujur dan mengedepankan amanah merupakan tindakan utama bermuamalah ekonomi dan sosial dalam memelihara kepentingan bersama agar dapat senantiasa terpelihara. Pendekatan lain adalah adanya pelatihan peningkatan kapasitas (capacity building) dari para peserta anggota kelompok tersebut. Pembinaan dimaksud dapat berupa pendanpingan penerapan fungsi manajemen sederhana dalam menjalankan usaha, seperti senantiasa kreatif dan inovatif (continous improvement).

Upaya ini menjadi salah satu bagian penting dalam menanamkan rasa percaya diri serta mandiri bagi para peserta. Di bidang keuangan mereka diberikan pencerahan untuk menghargai setiap uang yang mereka dapatkan sebagai pendapatan yang diperoleh dari usahanya, sehingga akan tumbuh dalam dirinya untuk bersikap hemat dan mengedepankan untuk berinfaq, bershodaqoh dan berzakat serta menabung. Ini sebagai upaya menanggulangi resiko muncul di masa datang dan sebagai tambahan modal pengembangan usaha kedepannya.

Sedangkan berinfaq, bershodaqoh dan berzakat serta berwakaf tunai yang dimaksudkan dalam rangka mendidik mereka untuk bersikap peduli saling membantu secara bergotong royong terhadap kesulitan anggota lainnya. Selain itu juga untuk menanamkan pemahaman bahwa dari setiap rezeki yang kita miliki masih ada hak orang lain. Yakni kaum dhuafa, sekaligus memberikan pencerahan bahwa setiap rezeki yang diberikan dalam jalan kebaikan merupakan investasi untuk bekal kehidupan dirinya sendiri di akherat kelak.

Penggunaan konsep pengelolaan keuangan di tengah tengah masyarakat seperti di atas akan cocok manakala terbangun sebuah lembaga keuangan syariah yang memadukan antara konsep sosial charity dengan konsep motif ekonomi atau komersial. Konsep motif mencari laba atau komersial semata mata bertujuan untuk memelihara kelangsungan usaha dapat berlangsung lama berjangka panjang (suistanable development goals). Bentuk wadah untuk menjalankan fungsi sosial kemanusiaan dapat berupa baitul maal atau bank wakaf mikro.

Hal ini juga sekaligus sebagai wadah menampung sumbangan dari para aghniya atau tokoh masyarakat (orang kaya) yang berempati dan simpati terhadap gerakan ekonomi kerakyatan ini. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal Kyai Sholahuddin Al Aiyub yang isinya, "diperlukan keberadaan bank wakaf mikro di daerah daerah dalam melawan maraknya praktek pinjol ilegal di tengah tengah masyarakat". Dengan keberadaan lembaga keuangan syariah di daerah daerah diharapkan dapat menghimpun seluruh potensi sumber daya ekonomi lokal kemudian oleh lembaga disalurkan kembali kepada masyarakat.

Sehingga akan tercipta ketahanan keuangan rumah tangga, mereka tidak rentan terhadap informasi dan rayuan dari berbagai pinjol ilegal yang menawarkan pinjaman. Sesungguhnya pinjol ilegal ini merupakan perwujudan rentenir gaya/ versi baru, yang pada akhirnya akan menyulitkan si peminjam untuk mengembalikan pinjaman karena bunga ber bunga sebagai denda keterlambatan jatuh tempo pengembalian. Sumber pendaanaan untuk kegiatan charity dapat berasal dari sumbangan, hibah, infaq, shodaqoh dan zakat serta wakaf tunai.

Penyaluran dari sumber sosial di atas dapat menggunakan berbagai macam produk, hal ini menyesuaikan pada kondisi pemenuhan syarat dan rukun serta ketentuan yang berlaku dari masing masing produk itu sendiri. Misal produk qordhul hasan diperuntukkan bagi orang yang membutuhkan pinjaman dalam rangka memenuhi kebutuhannya untuk selanjutnya di pada hari yang disepakati si peminjam akan mengembalikan seluruh pinjaman pokoknya saja tanpa adanya kelebihan (tanpa embel embel). Sedangkan bentuk organisasi untuk mengakomodir kegiatan yang bersifat komersial dapat mendirikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) atau Koperasi Simpan Pembiayaan Syariah atau Baitul Tamwil atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah. bersambung

*Penulis merupakan dosen Ekonomi Islam FEB UHAMKA dan Relawan BASNAS Pusat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *